TUGAS
ANALISA DAN PERANCANGAN PERUSAHAAN
Nama :
Rachmad Usman
NIM :
41612320018
Jurusan :
Teknik Industri
Isi
tugas
KOPERASI
Koperasi merupakan badan usaha yang
telah di atur oleh undang – undang :
UU No. 17 Th 2012 , Namun kemudian di batalkan oleh MK.
Tugas Perorangan
è Mengapa
MK membatalkan UU No. 17 Th 2012 tentang koperasi ? , apa permasalahannya ?
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17
TAHUN 2012
TENTANG
PERKOPERASIAN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa pembangunan perekonomian
nasional bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan
politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi dalam
suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan Koperasi yang memiliki peran strategis
dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi
dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa pengembangan dan
pemberdayaan Koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan
nilai dan prinsip Koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi
dan kebutuhan ekonomi Anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan
tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin
dinamis dan penuh tantangan;
c. bahwa kebijakan Perkoperasian
selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan,
dan mengembangkan Koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam
Rangka Demokrasi Ekonomi;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian perlu diga
nti karena sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan hukum dan perkembangan Perkoperasian;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Perkoperasian.
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan
Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama:
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Koperasi adalah badan hukum yang
didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai
dengan nilai dan prinsip Koperasi.
2. Perkoperasian adalah segala
sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
3. Koperasi Primer adalah Koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan orang perseorangan.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan badan hukum Koperasi.
5. Rapat Anggota adalah perangkat
organisasi Koperasi yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
6. Pengawas adalah perangkat
organisasi Koperasi yang bertugas mengawasi dan memberikan nasihat kepada
Pengurus.
7. Pengurus adalah perangkat
organisasi Koperasi yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Koperasi
untuk kepentingan dan tujuan Koperasi, serta mewakili Koperasi baik di dalam
maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.
8. Setoran Pokok adalah sejumlah
uang, yang wajib dibayar oleh seseorang atau badan hukum Koperasi pada saat
yang bersangkutan mengajukan permohonan keanggotaan pada suatu Koperasi.
9. Sertifikat Modal Koperasi adalah
bukti penyertaan Anggota Koperasi dalam modal Koperasi.
10. Hibah adalah pemberian uang
dan/atau barang kepada Koperasi dengan sukarela tanpa imbalan jasa, sebagai
modal usaha.
11. Modal Penyertaan adalah penyetoran
modal pada Koperasi berupa uang dan/atau barang yang dapat dinilai dengan uang
yang disetorkan oleh perorangan dan/atau badan hukum untuk menambah dan
memperkuat permodalan Koperasi guna meningkatkan kegiatan usahanya.
12. Selisih Hasil Usaha adalah
Surplus Hasil Usaha atau Defisit Hasil Usaha yang diperoleh dari hasil usaha
atau pendapatan Koperasi dalam satu tahun buku setelah dikurangi dengan
pengeluaran atas berbagai beban usaha.
13. Simpanan adalah sejumlah uang
yang disimpan oleh Anggota kepada Koperasi Simpan Pinjam, dengan memperoleh
jasa dari Koperasi Simpan Pinjam sesuai perjanjian.
14. Pinjaman adalah penyediaan uang
oleh Koperasi Simpan Pinjam kepada Anggota sebagai peminjam berdasarkan
perjanjian, yang mewajibkan peminjamuntuk melunasi dalam jangka waktu tertentu
dan membayar jasa.
15. Koperasi Simpan Pinjam adalah
Koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam sebagai satu-satunya usaha.
16. Unit Simpan Pinjam adalah salah
satu unit usaha Koperasi non-Koperasi Simpan Pinjam yang dilaksanakan secara
konvensional atau syariah.
17. Gerakan Koperasi adalah
keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan Perkoperasian yang bersifat
terpadu menuju tercapainya cita-cita dan tujuan Koperasi.
18. Dewan Koperasi Indonesia adalah
organisasi yang didirikan dari dan oleh Gerakan Koperasi untuk memperjuangkan
kepentingan dan menyalurkan aspirasi Koperasi.
19. Hari adalah hari kalender.
20. Menteri adalah Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Koperasi.
BAB II
LANDASAN, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Koperasi berdasar atas asas
kekeluargaan.
Pasal 4
Koperasi bertujuan meningkatkan
kesejahteraan Anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang
demokratis dan berkeadilan.
BAB III
NILAI DAN PRINSIP
Pasal 5
(1) Nilai yang mendasari kegiatan
Koperasi yaitu:
a. kekeluargaan;
b. menolong diri sendiri;
c. bertanggung jawab;
d. demokrasi;
e. persamaan;
f. berkeadilan; dan
g. kemandirian.
(2) Nilai yang diyakini Anggota
Koperasi yaitu:
a. kejujuran;
b. keterbukaan;
c. tanggung jawab; dan
d. kepedulian terhadap orang lain.
Pasal 6
(1) Koperasi melaksanakan Prinsip
Koperasi yang meliputi:
a. keanggotaan Koperasi bersifat
sukarela dan terbuka;
b. pengawasan oleh Anggota
diselenggarakan secara demokratis;
c. Anggota berpartisipasi aktif
dalam kegiatan ekonomi Koperasi;
d. Koperasi merupakan badan usaha
swadaya yang otonom, dan independen;
e. Koperasi menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan bagi Anggota, Pengawas, Pengurus, dan karyawannya,
serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang jati diri, kegiatan, dan
kemanfaatan Koperasi;
f. Koperasi melayani anggotanya
secara prima dan memperkuat Gerakan Koperasi, dengan bekerja sama melalui
jaringan kegiatan pada tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional;
dan
g. Koperasi bekerja untuk
pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan dan masyarakatnya melalui kebijakan
yang disepakati oleh Anggota.
(2) Prinsip Koperasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi sumber inspirasi dan menjiwai secara keseluruhan
organisasi dan kegiatan usaha Koperasi sesuai dengan maksud dan tujuan
pendiriannya.
BAB IV
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PERUBAHAN
ANGGARAN DASAR, DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
(1) Koperasi Primer didirikan oleh
paling sedikit 20 (dua puluh) orang perseorangan dengan memisahkan sebagian
kekayaan pendiri atau Anggota sebagai modal awal Koperasi.
(2) Koperasi Sekunder didirikan oleh
paling sedikit 3 (tiga) Koperasi Primer.
Pasal 8
(1) Koperasi mempunyai tempat
kedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam
Anggaran Dasar.
(2) Wilayah keanggotaan Koperasi
ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Tempat kedudukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Koperasi.
(4) Koperasi mempunyai alamat
lengkap di tempat kedudukannya.
(5) Dalam semua surat menyurat,
pengumuman yang diterbitkan oleh Koperasi, barang cetakan, dan akta dalam hal
Koperasi menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap Koperasi.
Pasal 9
(1) Pendirian Koperasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dilakukan dengan Akta Pendirian Koperasi yang dibuat
oleh Notaris dalam bahasa Indonesia.
(2) Dalam hal di suatu kecamatan
tidak terdapat Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Akta Pendirian
Koperasi dapat dibuat oleh Camat yang telah disahkan sebagai Pejabat Pembuat
Akta Koperasi oleh Menteri.
(3) Notaris yang membuat Akta
Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Notaris yang
terdaftar pada Kementerian yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang
Koperasi.
Pasal 10
(1) Akta Pendirian Koperasi memuat
Anggaran Dasar dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian Koperasi.
(2) Keterangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pendiri perseorangan atau nama, tempat
kedudukan, dan alamat lengkap, serta nomor dan tanggal pengesahan badan hukum
Koperasi pendiri bagi Koperasi Sekunder; dan
b. susunan, nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan Pengawas dan Pengurus yang pertama
kali diangkat.
(3) Dalam pembuatan Akta Pendirian
Koperasi sebagai
mana dimaksud pada ayat (1), seorang
pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Permohonan Akta Pendirian
Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh para
pendiri secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan
pengesahan sebagai badan hukum.
(5) Ketentuan mengenai tata cara dan
persyaratan permohonan pengesahan Koperasi sebagai badan hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 11
Apabila permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya permohonan, Menteri harus menolak permohonan secara tertulis
disertai alasannya.
Pasal 12
(1) Terhadap penolakan permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, para pendiri atau kuasanya dapat
mengajukan permohonan ulang dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak diterimanya penolakan.
(2) Keputusan terhadap pengajuan
permohonan ulang diberikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak
diterimanya pengajuan permohonan ulang.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan keputusan pertama dan terakhir.
Pasal 13
(1) Koperasi memperoleh pengesahan
sebagai badan hukum setelah Akta Pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (1) disahkan oleh Menteri.
(2) Pengesahan Koperasi sebagai badan
hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(3) Dalam hal Menteri tidak
melakukan pengesahan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(4), Akta Pendirian Koperasi
dianggap sah.
Pasal 14
(1) Dalam hal setelah Koperasi
disahkan, Anggotanya berkurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
maka dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan
tersebut, Koperasi yang bersangkutan wajib memenuhi jumlah minimal keanggotaan.
(2) Setelah melampaui jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota Koperasi tetap kurang dari jumlah
minimal keanggotaan maka Anggota Koperasi bertanggung jawab secara pribadi atas
segala perikatan atau kerugian yang terjadi dan Koperasi tersebut wajib
dibubarkan oleh Menteri.
Pasal 15
(1) Setiap perbuatan hukum yang
dilakukan oleh Anggota, Pengurus, dan/atau Pengawas sebelum Koperasi mendapat
pengesahan menjadi badan hukum dan perbuatan hukum tersebut diterima oleh
Koperasi,
Koperasi berkewajiban mengambil alih
serta mengukuhkan setiap perbuatan hukum tersebut.
(2) Dalam hal perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diterima, tidak diambil alih, atau
tidak dikukuhkan oleh Koperasi, masing-masing Anggota, Pengurus, dan/atau
Pengawas bertanggung jawab secara pribadi atas setiap akibat hukum yang
ditimbulkan.
Bagian Kedua Anggaran Dasar
Pasal 16
(1) Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. nama dan tempat kedudukan;
b. wilayah keanggotaan;
c. tujuan, kegiatan usaha, dan jenis
Koperasi;
d. jangka waktu berdirinya Koperasi;
e. ketentuan mengenai modal
Koperasi;
f. tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengawas dan Pengurus;
g. hak dan kewajiban Anggota,
Pengawas, dan Pengurus;
h. ketentuan mengenai syarat
keanggotaan;
i. ketentuan mengenai Rapat Anggota;
j. ketentuan mengenai penggunaan
Selisih Hasil Usaha;
k. ketentuan mengenai perubahan
Anggaran Dasar;
l. ketentuan mengenai pembubaran;
m. ketentuan mengenai sanksi; dan
n. ketentuan mengenai tanggungan
Anggota.
(2) Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilarang memuat ketentuan tentang pemberian manfaat
pribadi kepada pendiri atau pihak lain.
Pasal 17
(1) Koperasi dilarang memakai nama
yang:
a. telah dipakai secara sah oleh
Koperasi lain dalam satu kabupaten atau kota;
b. bertentangan dengan ketertiban
umum dan/atau kesusilaan; dan/atau
c. sama atau mirip dengan nama
lembaga negara, lembaga pemerintah, atau lembaga internasional, kecuali
mendapat izin dari yang bersangkutan.
(2) Nama Koperasi Sekunder harus
memuat kata ”Koperasi” dan diakhiri dengan singkatan ”(Skd)”.
(3) Kata “Koperasi” dilarang
digunakan oleh badan usaha yang didirikan tidak menurut ketentuan Undang-Undang
ini.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pemakaian nama Koperasi diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Koperasi wajib mempunyai tujuan
dan kegiatan usaha yang sesuai dengan jenis Koperasi dan harus dicantumkan
dalam Anggaran Dasar.
(2) Tujuan dan kegiatan Koperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kebutuhan ekonomi
Anggota dan jenis Koperasi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian KetigaPerubahan Anggaran
Dasar
Pasal 19
(1) Anggaran Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dapat diubah oleh Rapat Anggota apabila
dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah Anggota
Koperasi dan disetujui oleh paling sedikit 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah
Anggota yang hadir.
(2) Usul perubahan Anggaran Dasar
dilampirkan dalam surat undangan kepada Anggota.
(3) Perubahan Anggaran Dasar tidak
dapat dilakukan pada saat Koperasi dinyatakan pailit berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecuali atas persetujuan pengadilan.
Kenapa UU Koperasi Dibatalkan ???
UU Koperasi dibatalkan itu disebabkan karena
berjiwa korporasi.
“UU nomor 17 tahun 2012
tentang perkoperasian sangat bertolak belakang dengan UU nomor 25 tahun 1992
yang menganut azas kekeluargaan dan kebersamaan. Sedangkan dalam UU yang baru
koperasi diarahkan untuk menjadi lembaga usaha seperti PT yang cenderung
kapitalis dan saya yakin seluruh orang-orang gerakan koperasi sangat menyambut
baik adanya pembatalan UU nomor 17 tahun 2012 tersebut,” papar Ade Barzhi
Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012, dibatalkan dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi. Putusan Nomor
28/PUU-XI/2013 dalam putusannya antara lain memutuskan sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Perkoperasian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI
Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tidak mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat.
3. Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 Tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan
terbentuknya Undang-Undang yang baru.
4. Putusan tersebut dibacakan
pada tanggal 28 mei 2014 pukul 09.30 WIB oleh Hakim Ketua : HAMDAN ZOELVA.
Mahkamah Konstitusi (MK) ,
dalam putusanya yang dibacakan pada tanggal 28 Mei 2014 telah memutuskan
pembatalan terhadap UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sepenuhnya. UU
ini dianggap bertentangan dengan UUD 1945 secara fundamental karena dianggap
telah mencabut asas kekeluargaan dan demokrasi dalam koperasi. Sementara itu,
untuk mengisi kekosongan hukum maka diberlakukanlah UU lama Nomor 25 Tahun 1992
tentang Perkoperasian.
UU perkoperasian dibatalkan
karena melanggar jati diri koperasi dan akan mendorong pada pengertian koperasi
yang salah. Koperasi itu sebagai sekumpulan orang dan pengertian koperasi menurut UU No. 17
Tahun 2012 itu diterjemahkan dalam basis pengertian sebagai asosiasi berbasis
modal (capital base association) yang berarti tidak ada bedanya dengan model
perusahaan swasta kapitalistik. Jadi jelas, UU tersebut memang melanggar jati
diri koperasi dan secara filosofis tentu menyimpang dari dasar alasan adanya
koperasi dan cacat secara epistemologis Bahkan secara ontologis
akan berpotensi menggeser bentuk koperasi menjadi korporasi.
Dengan pembatalan UU
tersebut, kita dapat mengetahui proses pembuatan UU yang memakan waktu kurang
lebih 12 tahun dan menghabiskan ratusan milyar, bahkan trilyunan uang rakyat
itu ternyata memang syarat kepentingan kolutif.Pertimbangan hakim menyatakan
filosofi dalam Undang-Undang Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat
susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan
yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
Pada sisi lain, koperasi
harus menjadi sama dan tidak berbeda dengan perseroan terbatas yang kehilangan
roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang
berfilosofi gotong royong.
Pembatalan undang-undang terbaru itu, secara
otomatis acuan yang diikuti seluruh geralan koperasi Indonesia tetap mengacu
pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Jadi diharapkan
masyarakat bersatu mengajukan UU 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian. Dan kita
harus mengawali penyusunan UU mulai dari legislasi baru melalui parlemen maupun
pemerintah sebagai konsekuensi.Sebab, kita tidak memiliki mekanisme perwakilan
representatif dari gerakan koperasi secara khusus yang punya tugas khusus untuk
merumuskan berbagai produk regulasi gerakan koperasi dan jadi penjaga ideologi
koperasi sebagaimana yang ada di Filipina. Kita pada akhirnya harus kembali berharap
kepada orang yang sama di pemerintahan dan parlemen yang seringkali agenda
nasional yang dirumuskanya menutup kepentingan anggota koperasi.
Undang-undang yang mengatur
perkumpulan koperasi di Indonesia hingga saat ini telah mengalami 7 kali
perubahan:
1. UU no. 108 tahun 1933
2. UU no. 179 tahun 1949
3. UU no. 79 tahun 1958
4. UU no. 14 tahun 1965
5. UU no. 12 tahun 1967
6. UU no. 25 tahun 1992
7. UU no. 17 tahun 2012
Lahirnya Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 menggantikan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dinilai
memiliki beberapa kelemahan dan mewarisi tradisi perkoperasian kolonial. Salah
satu contohnya adalah semangat koperasi dihilangkan kemandiriannya dan
disubordinasikan di bawah kepentingan kapitalisme maupun negara. Campur tangan
pemerintah dan kepentingan pemilik modal besar sangat terbuka dalam
undang-undang ini.Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Koperasi dijelaskan bahwa
koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan
hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk
menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Dari
definisi tersebut mengandung makna koperasi sebagai badan hukum yang tidak ada
bedanya dengan badan usaha uang lain. Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih
berlandaskan pada azas perseorangan yang hampir sama dengan perusahaan
kapitalistik seperti Perseroan.Selain itu, dalam Pasal 75 Undang-Undang ini yang
mengatur soal penyertaan modal tidak mengenal adanya pembatasan. Akibatnya,
koperasi bisa kehilangan kemandiriannya dan anggotanya hanya sekadar dijadikan
objek pinjaman bagi pemilik modal besar. Bahkan, Pasal 55 semakin mengancam
kemandirian koperasi yang membolehkan kepengurusan koperasi dari luar anggota.
Keberadaan Dewan Pengawas sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 sampai Pasal 54
juga yang berfungsi layaknya lembaga superbody. Hal ini memudahkan keputusan
koperasi di luar kepentingan anggotanya.
Sebelumnya, kritik terhadap
Undang-Undang Perkoperasian juga dilontarkan oleh Revrisond Baswirbahwa
Undang-Undang No. 17 Tahun 2001 tidak memiliki perbedaan substansial dengan
Undang-Undang Perkoperasian era orde baru Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang
No. 12 Tahun 1967. Secara substansial, Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 masih
mewarisi karakteristik/corak koperasi yang diperkenalkan di era pemerintahan
Soeharto melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 1967.Perbedaan mendasar antara
Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 1958 di era
pemerintahan Soekarno terletak pada ketentuan keanggotaan koperasi. Dalam
Undang-Undang No. 14 Tahun 1958, sebagaimana diatur pada Pasal 18, yang dapat
menjadi anggota koperasi adalah yang mempunyai kepentingan dalam lapangan usaha
koperasi.
Ketentuan ini lebih lanjut menurut
Revrisond sejalan dengan penjelasan Mantan Wakil Presiden Moh. Hatta bahwa
“bukan corak pekerjaan yang dikerjakan menjadikan ukuran untuk menjadi anggota,
melainkan kemauan dan rasa bersekutu dan cita-cita koperasi yang dikandung
dalam dada dan kepala masing-masing”. Pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1967
ketentuan keanggotaan koperasi berubah secara mendasar. Hal ini tergambar dalam
Pasal 11 bahwa keanggotaan koperasi didasarkan atas kesamaan kepentingan dalam
lapangan usaha koperasi. Kemudian, pada Pasal 17 yang dimaksud dengan anggota
yang memiliki kesamaan kepentingan adalah suatu golongan dalam masyarakat yang
homogen. Perubahan ketentuan keanggotaan yang dilakukan melalui Undang-Undang
No. 12 Tahun 1967 ini adalah dasar bagi tumbuhnya koperasi-koperasi golongan
fungsional seperti koperasi pegawai negeri, koperasi dosen, dan koperasi
angkatan bersenjata di Indonesia.
Undang-Undang Perkoperasi yang
terbaru yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 juga mempertahankan keberadaan
koperasi golongan fungsional. Pada Pasal 27 ayat (1), syarat keanggotaan
koperasi primer adalah mempunyai kesamaan kepentingan ekonomi. Lebih lanjut
dalam penjelasn disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kesamaan kepentingan
ekonomi adalah kesamaan dalam hal kegiatan usaha, produksi, distribusi, dan
pekerjaan atau profesi.Undang-Undang No. 12 Tahun 1967 membuka peluang untuk
mendirikan koperasi produksi, namun di Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 peluang
ini justru ditutup sama sekali. Hal ini terlihat pada Pasal 83, di mana hanya
terdapat empat koperasi yang diakui keberadaannya di Indonesia, yaitu koperasi
konsumen, koperasi produsen, koperasi jasa, dan koperasi simpan pinjam. Sesuai
dengan Pasal 84 ayat (2) yang dimaksud dengan koperasi produsen dalah koperasi
yang menyelenggarakan kegiatan usaha pelayanan di bidang pengadaan sarana
produksi dan pemasaran produksi. Artinya, yang dimaksud dengan koperasi
produsen sesungguhnya adalah koperasi konsumsi para produsen dalam memperoleh
barang dan modal.
Karakteristik Undang-Undang No, 17
Tahun 2012 yang mempertahankan koperasi golongan fungsional dan meniadakan
koperasi produksi itu jelas paradoks dengan perkembangan koperasi yang
berlangsung secara internasional. Dengan tujuan dapat digunakan sebagai dasar
untuk menjadikan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat, justru Undang-Undang
No. 17 Tahun 2012 diwaspadai menjadi ancaman serius terhadap keberadaan
koperasi di Indonesia.Selain itu, pada Pasal 78 Undang-Undang No. 17 Tahun 2012
mengatur koperasi dilarang membagikan profit apabila diperoleh dari hasil
transaksi usaha dengan non-anggota, yang justru seharusnya surplus/profit
sebuah koperasi sudah sewajarnya dibagikan kepada anggota. Hal ini cukup
membuktikan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat kecil. Hal mana yang
sudah kita ketahui bersama bahwa koperasi sangat sulit melakukan transaksi
dengan nilai laba tinggi kepada anggotanya, karena justru menekan laba/profit
demi memberikan kesejahteraan kepada anggotanya. Bersikap tolak belakang dari
ketentuan Pasal di atas, Pasal 80 menentukan bahwa dalam hal terdapay defisit
hasil usaha pada koperasi simpan pinjam, anggota wajib menyetor tambahan
Sertifikan Modal Koperasi.
Setelah
menunggu keputusan lebih dari satu tahun, Pengujian Perkara No. 28/PUU-XI/2013
tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi akhirnya
diputuskan dalam sidang yang dilaksanakan pada
hari Rabu tanggal 28 Mei 2014. Pihak MK
mengabulkan permohonan pihak pemohon seluruhnya dan menyatakan UU No.17/2012
telah bertentangan dengan UUD 1945.
MK
menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Pertimbangan hakim menyatakan filosofi dalam Undang-Undang
Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai
usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang tercantum dalam Pasal 33
ayat (1) UUD 1945.
Oleh
karena itu, gerakan koperasi tetap konsisten terhadap UU Koperasi yang lama
yaitu UU No.25/1992 hingga terbitnya peraturan yang baru